Kamis, 24 Oktober 2013

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PHEDOFILIA

1. Pengertian Phedofilia
Sebelum kita membahas jauh tentang phedofilia kita perlu mengetahui dulu apa itu phedofilia. Secara harfiah phedofilia berasal dari bahasa yunani yaitu paidohilia yang artinya adalah kondisi yang mempunyai ketertarikan atau hasrat seksual terhadap anak-anak yang belum memasuki remaja, istilah ini sering ditujukan kepada orang-orang dewasa yang memiliki kondisi ini. Dalam bidang kesehatan pedofilia diartikan sebagai kelainan seksual berupa hasrat ataupun fantasi impuls seksual yang melibatkan anak dibawah umur, orang dengan pedofilia umurnya harus di atas 16 tahun, sedangkan anak-anak yang menjadi korban berumur 13 tahun atau lebih muda (anak pre-pubertas).
Pedofilia masih sering dikacaukan pengertiannya, ada tidaknya unsur kekerasan fisik masih sering dijadikan kriteria untuk mengkategorikan tindak pelecehan seksual  terhadap anak sebagai bentuk kejahatan atau tidak. Pelecehan seksual terhadap anak sendiri masih cenderung disempitkan artinya, terbatas pada bentuk kontak seksual dengan menafikan bentuk pelecehan nonkontak seksual, seperti exhibitionism dan pornografi. Ada tidaknya unsur paksaan sebenarnya tidak signifikan dalam kasus kejahatan seksual terhadap anak karena adanya kesenjangan pemahaman tentang seks antara orang dewasa dan anak-anak. Bentuk manipulasi genital yang dilakukan anak-anak, meski mengakibatkan orgasme, tidak bisa serta-merta disamakan dengan bentuk masturbasi yang dilakukan orang dewasa. Keluguan dan rasa ingin tahu yang kuat terhadap kehidupan seksualitas yang menjadi ciri khas anak-anak inilah yang dimanfaatkan pelaku pedofilia (pedophile) untuk menjerat korbannya. Karena itu, dalam kasus pedofilia, penekanannya lebih pada bentuk eksploitasi dan manipulasi yang muncul sebagai akibat ketidakseimbangan power (imbalance of power) antara pelaku dan anak-anak yang menjadi korbannya.
Sebagai bentuk kejahatan, pedofilia memiliki beberapa karakteristik yang khas yang membedakannya dengan kejahatan seksual lannya terhadap anak hal ini diungkapkan oleh Ron O’Grady yaitu:
a) Pedofilia bersifat obsesif, dimana perilaku menyimpang ini menguasai hampir semua aspek kehidupan pelakunya, dari pekerjaan, hobi, bacaan, pakaian, bahkan sampai desain rumah dan perabotannya.
b) Pedofilia bersifat predatori, dalam arti pelakunya akan berupaya sekuat tenaga dengan beragam upaya dan cara untuk memburu korban yang diinginkannya. Lamanya usaha untuk mendapatkan korban tidak sekedar dalam hitungan hari, minggu, atau bulan. Pelaku bisa melakukan pendekatan pada anak dan orang tuanya selama bertahun-tahun sebelum dia melakukan kejahatannya.
c) Kemudian kaum pedofilia cenderung menyimpan dokumentasi korbannya dengan rapi, seperti foro, video, catatan, atau rekaman percakapan dengan korban.
            Pedofila sendiri mempunyai beberapa jaringan Internasional dan yang pernah di bongkar seperti Orchid Club tahun 1998 dan Wonderland Club tahun 2001 keduanya berbasis di amerika. Terbukti para pedofilia secara intensif melakukan diskusi dan studi perbandingan hukum perlindungan anak dan penegakannya di berbagai Negara.
Di Indonesia kasus pelecehan seksual terhadap anak-anak di bawah umur sering terjadi, salah satu kasus yang paling menghebohkan adalah kasus Robot Gedek yang terbukti melakukan sodomi terhadap anak-anak di bawah umur. Indonesia menjadi salah satu tempat favorit bagi kaum pedofilia terutama bali karena merupakan tempat pariwisata yang sangat terkenal sehingga banyak kaum pedofilia dari luar yang berdatangan.

2. Ciri-ciri Pedofila
            Pelecehan seksual pada anak dapat mencakup kontak atau interaksi antara anak dan orang dewasa dimana anak tersebut dipergunakan untuk stimulasi seksual oleh pelaku atau orang lain yang berada dalam posisi memiliki kekuatan atau kendali atas korban. Termasuk di dalamnya kontak fisik yang tidak pantas, membuat anak melihat tindakan seksual atau pornografi, menggunakan anak untuk membuat pornografi atau memperlihatkan alat genital orang dewasa kepada anak.
Banyaknya kasus pelecehan seksual pada anak tidak lepas dari fenomena fedofilia. Walaupun tidak semua pelecehan seksual pada anak dilakukan oleh penderita fedofilia, tetapi akan banyak manfaatnya bila kita mengetahui ciri-ciri seorang fedofil. Fedofilia memiliki pengertian sebagai suatu gangguan psikoseksual dimana orang dewasa memperoleh kepuasan seksual bersama seorang anak pra remaja. Ciri utamanya adalah bahwa berbuat atau berfantasi tentang kegiatan seksual cara yang paling sesuai untuk memperoleh kepuasan seksual. Empat karakteristik utama yang dimiliki oleh seorang pedofil.
a. Pola perilaku jangka panjang dan persisten.
1. Memiliki latar belakang pelecehan seksual. Penelitian menunjukkan bahwa banyak pelaku kekerasan seksual merupakan korban dari kekerasan seksual berikutnya.
2. Memiliki kontak sosial terbatas pada masa remaja. Pada waktu remaja, pelaku biasanya menunjukkan ketertarikan seksual yang kurang terhadap seseorang yang seumur dengan mereka.
3. Riwayat pernah dikeluarkan dari militer. Militer dan organisasi lainnya akan mengeluarkan pedofil dan akan membuat dakwaan dan tuntutan terhadap mereka.
4. Sering berpindah tempat tinggal. Pedofil menunjukkan suatu pola hidup dengan tinggal di satu tempat selama beberapa tahun, mempunyai pekerjaan yang baik dan tiba-tiba pindah dan berganti pekerjaan tanpa alasan yang jelas.
5. Riwayat pernah ditahan polisi sebelumnya. Catatan penahanan terdahulu merupakan indikator bahwa pelaku ditahan polisi karena perbuatan yang berulang-ulang, yaitu pelecehan seksual terhadap anak-anak
6. Korban banyak. Jika penyidikan mengungkap bahwa seseorang melakukan pelecehan seksual pada korban yang berlainan, ini merupakan indikator kuat bahwa ia adalah pedofil.
7. Percobaan berulang dan beresiko tinggi. Usaha atau percobaan yang berulang untuk mendapatkan anak sebagai korban dengan cara yang sangat trampil merupakan indikator kuat bahwa pelaku adalah seorang pedofil.
b. Menjadikan anak-anak sebagai obyek preferensi seksual
1. Usia > 25 tahun, single, tidak pernah menikah. Pedofil mempunyai preferensi seksual terhadap anak-anak, mereka mempunyai kesulitan dalam berhubungan seksual dengan orang dewasa dan oleh karena itu mereka tidak menikah.
2. Tinggal sendiri atau bersama orang tua. Indikator ini berhubungan erat dengan indikator di atas.
3. Bila tidak menikah, jarang berkencan. Seorang laki-laki yang tinggal sendiri, belum pernah menikah dan jarang berkencan , maka harus dicurigai sekiranya dia memiliki karakteristik yang disebutkan di sini.
4. Bila menikah, mempunyai hubungan khusus dengan pasangan. Pedofil kadang-kadang menikah untuk kenyamanan dirinya atau untuk menutupi dan juga memperoleh akses terhadap anak-anak.
5. Minat yang berlebih pada anak-anak. Indikator ini tidak membuktikan bahwa seseorang adalah seorang pedofil, tapi menjadi alasan untuk diwaspadai. Akan menjadi lebih signifikan apabila minat yang berlebih ini dikombinasikan dengan indikator-indikator lain.
6. Memiliki teman-teman yang berusia muda. Pedofil sering bersosialisasi dengan anak-anak dan terlibat dengan aktifitas-aktifitas golongan remaja.
7. Memiliki hubungan yang terbatas dengan teman sebaya. Seorang pedofil mempunyai sedikit teman dekat dikalangan dewasa. Jika seseorang yang dicurigai sebagai pedofil mempunyai teman dekat, maka ada kemungkinan temannya itu adalah juga seorang pedofil.
8. Preferensi umur dan gender. Pedofil menyukai anak pada usia dan gender tertentu. Ada pedofil yang menyukai anak lelaki berusia 8-10 tahun , ada juga yang menyukai anak lelaki 6-12 tahun. Semakin tua preferensi umur, semakin eksklusif preferensi umur.
9. Menganggap anak bersih, murni, tidak berdosa dan sebagai obyek.Pedofil kadang memiliki pandangan idealis mengenai anak-anak yang diekspresikan melalui tulisan dan bahasa, mereka menganggap anak-anak sebagai obyek, subyek dan hak milik mereka.
c. Memiliki teknik yang berkembang dengan baik dalam mendapatkan korban.
1. Trampil dalam mengidentifikasikan korban yang rapuh. Pedofil memilih korban mereka, kebanyakan anak-anak korban broken home atau korban dari penelantaran emosi atau fisik. Ketrampilan ini berkembang dengan latihan dan pengalaman.
2. Berhubungan baik dengan anak, tahu cara mendengarkan anak. Pedofil biasanya mempunyai kemampuan untuk berinteraksi dengan anak-anak lebih baik daripada orang dewasa lainnya. Mereka juga tahu cara mendengarkan anak dengan baik.
3. Mempunyai akses ke anak-anak. Ini merupakan indikator terpenting bagi pedofil. Pedofil mempunyai metode tersendiri untuk memperoleh akses ke anak-anak. Pedofil akan berada di tempat anak-anak bermain, menikah atau berteman dengan wanita yang memiliki akses ke anak-anak, memilih pekerjaan yang memiliki akses ke anak-anak atau tempat dimana dia akhirnya dapat berhubungan khusus dengan anak-anak.
4. Lebih sering beraktifitas dengan anak-anak, seringkali tidak melibatkan orang dewasa lain. Pedofil selalu mencoba untuk mendapatkan anak-anak dalam situasi dimana tanpa kehadiran orang lain.
5. Trampil dalam memanipulasi anak. Pedofil menguunakan cara merayu, kompetisi, tekanan teman sebaya, psikologi anak dan kelompok, teknik motivasi dan ancaman
6. Merayu dengan perhatian, kasih sayang dan hadiah. Pedofil merayu anak-anak dengan berteman, berbicara, mendengarkan, memberi perhatian, menghabiskan waktu dengan anak-anak dan membeli hadiah.
7. Memiliki hobi dan ketertarikan yang disukai anak. Pedofil mengkoleksi mainan, boneka atau menjadi badut atau ahli sulap untuk menarik perhatian anak-anak.
8. Memperlihatkan materi-materi seksual secara eksplisit kepada anak-anak. Pedofil cenderung untuk mendukung atau membenarkan anak untuk menelepon ke pelayanan pornografi atau menghantar materi seksual yang eksplisit melalui komputer pada anak-anak.
d)  Fantasi seksual yang difokuskan pada anak-anak
1. Dekorasi rumah yang berorientasi remaja. Pedofilia yang tertarik pada remaja akan mendekorasi rumah mereka seperti seorang remaja lelaki. Ini termasuk pernak-pernik seperti mainan, stereo, poster penyanyi rock, dll.
2. Memfoto anak-anak. Pedofil memfoto anak-anak yang berpakaian lengkap, setelah selesai dicetak, mereka menghayalkan melakukan hubungan seks dengan mereka.
3. Mengoleksi pornografi anak atau erotika anak. Pedofilia menggunakan koleksi ini untuk mengancam korban agar tetap menjaga rahasia aktivitas seksual mereka, koleksi ini juga digunakan untuk ditukar dengan koleksi pedofilia yang lain.    
            Kewaspadaan masyarakat akan adanya bahaya pedofilia perlu ditingkatkan. Masing-masing keluarga juga harus meningkatkan pengawasan terhadap anak-anak mereka agar tidak menjadi mangsa penderita pedofilia. Orang-orang terdekat dengan keluarga juga harus diwaspadai karena pelaku pedofilia adalah orang yang telah dikenal baik seperti saudara, tetangga, guru, dll. Bila anak-anak mengalami perubahan perilaku, hendaknya orangtua peka dan dapat berkomunikasi dengan anak sehingga diperoleh pemecahan masalah yang dihadapi anak

3.  Faktor-faktor Penyebab Pedofilia di Indonesia
            Perilaku seksual adalah bermacam-macam dan ditentukan oleh suatu interaksi faktor-faktor yang kompleks. Perilaku seksual dipengaruhi oleh hubungan seseorang dengan orang lain, oleh lingkungan seseorang dan oleh kultur dimana seseorang tinggal. Seorang dokter harus mengetahui beragam variasi tentang perilaku seksual dalam lingkungan sosial, sehubungan dengan perilaku tersebut, dimana ada 2 alasan untuk itu. Pertama; pengetahuan tersebut membantu dokter untuk tidak memaksakan perilakunya sendiri terhadap pasiennya. Kedua; membantu dokter mengenali beberapa perilaku seks yang abnormal.
           Kelainan seksual adalah cara yang ditempuh seseorang untuk mendapatkan kenikmatan seksual dengan jalan tidak sewajarnya. Biasanya, cara yang digunakan oleh orang tersebut adalah dengan menggunakan objek seks yang tidak wajar. Penyebab terjadinya kelainan ini bersifat psikologis atau kejiwaan, seperti pengalaman sewaktu kecil, lingkungan pergaulan, trauma dan kelainan genetika.
           Pedofilia sendiri sudah menjadi jaringan internasional dan Indonesia merupaka salah satu daerah tujuan kaum pedofilia. Faktor-faktor penyebab kenapa Indonesia menjadi sasaran kaum phedofilia adalah sebagai berikut:
a. Lemahnya hukum perlindungan anak dan penegakannya di Indonesia, misalnya dalam KUHP bagi pelaku pelecehan seksual terhadap anak di hukum maksimal penjara 9 (Sembilan) tahun kemudian dengan adanya UU Perlindungan Anak di hukum 15 (limabelas) tahun sedangkan di Filipina bagi pelaku pelecehan seksual terhadap anak di hukum mati.
b. Lemahnya perangkat keamanan di Indonesia dalam membendung aksi para pedofilia yang kian canggih, kaum pedofilia menggunakan fasilitas internet untuk mencari mangsanya.
c. Faktor kemiskinan di Indonesia yang kini semakin buruk membuat anak-anak kian rentan terhadap beberapa bentuk kejahatan dan eksploitasi.
Keterangan tentang trauma psikis yang diderita korban kasus pedofilia di Bali-seperti dijelaskan, korban mengalami berbagai gangguan seperti mudah marah, susah tidur, dan sering mengigau, cenderung mengasingkan diri dari pergaulan teman sebaya, dan sebagainya-menunjukkan perlunya program pendampingan khusus terhadap anak-anak korban kejahatan seksual dengan upaya sosialisasinya yang lebih luas, termasuk pendampingan khusus bagi korban dari kalangan anak laki-laki. Kejahatan seksual biasanya diidentikkan dengan korban kalangan wanita dan anak-anak perempuan sehingga beberapa program pendampingan, seperti yang dilaksanakan beberapa crisis center yang berkembang di Indonesia akhir-akhir ini, sering disalahartikan hanya untuk wanita dan anak-anak perempuan, bukan untuk anak laki-laki. Upaya pendampingan terhadap anak laki-laki korban kejahatan seksual sendiri relatif lebih sulit untuk dilaksanakan dibanding program untuk anak perempuan. Faktor budaya di sebagian masyarakat kita masih menjadi hambatan besar bagi anak laki-laki untuk mengungkap kasusnya. Kenyataan-kenyataan ini semestinya menjadi perhatian lebih serius dari beberapa pihak terkait, baik pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat (LSM), dalam program pendampingan terhadap anak-anak korban kejahatan seksual di Indonesia di masa mendatang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar